United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah menggelar konfrensi tingkat tinggi tentang perubahan iklim yaitu COP27 di Sharm El Sheikh, Mesir, 6 – 18 November 2022 lalu. GAWIREA berkesempatan menghadiri forum ini dan menyaksikan secara langsung beberapa agenda penting terkait agenda untuk berbagai permasalahan mengenai perubahan iklim ini. 200 negara hadir dengan membahas tema utama yakni “Together for Implementation”.
Beberapa agenda yang masih menjadi isu hangat dan menuai pro dan kontra selama forum ini adalah tentang pembentukan pengumpulan dana kerusakan dan kerugian akibat perubahan iklim (damage and loses), pendanaan untuk adaptasi iklim, dan yang paling mengalami proses diskusi panjang yaitu mengenai penghentian penggunaan energi fosil di 2030. Berbagai negara tentu berlomba memasukkan draft ajuan untuk beragam kebijakan, para pelaku industri fosil pun tak tinggal diam dan melakukan banyak pendekatan selama COP27 berlangsung.
Tak hanya dihadiri dari pihak pemerintah setiap negara. COP27 masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, mereka menyediakan forum bagi anak muda, aktivitis, masyarakat adat, dan kalangan yang rentan terdampak akibat perubahan iklim. Ratusan komunitas anak muda berkumpul dan mengajukan program kegiatan untuk menekan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat celcius. Komunitas masyarakat adat juga turut menyuarakan suara mereka tentang kondisi kehidupan di komunitas akar rumput yang sangat terdampak akibat suhu bumi yang semakin panas.
COP27 yang berlangsung selama kurang lebih dua pekan ini meluncurkan berbagai insiatif seperti berfokus kepada pengembangan sains dan teknologi, keungan iklim, pemuda, pertanian, gender, dekarbonisasi, air, masyarakat sipil, keanekaragaman hayati, hingga solusi. Inisiatif ini didukung banyak pihak untuk tercapainya kesepakatan tentang pertanggung jawaban negara maju terhadap dampak dari perubahan iklim.
COP27 berhasil membentuk komite transisi yang akan berperan dalam pengelolaan dana kerusakan dan kerugian. Komite ini baru pertama kali dibentuk dengan tujuan untuk menghimpun pendanaan dan bertanggung jawab pada program yang mengatasi kerusakan akibat aktivitas industri yang merusak lingkungan. Komite ini diharapkan dapat menyelesaikan draft pengaturan pendanaan sebelum COP28 berlangsung di Arab Saudi Desember 2023 mendatang.
Ratusan aktivitis melakukan demontrasi setiap harinya di depan aula tempat berlangsungnya pertemuan para pemimpin dunia. Desakan utama yang gencar diperjuangkan meliputi janji para industri besar untuk menghentikan aktivitas penggunaan energi fosil di 2030. Selain itu, masyarakat adat pun menagih tentang dana adaptasi iklim yang dianggap tidak sepenuhnya tepat sasaran dalam proses implementasinya.
Presiden COP27 Sameh Shoukry menjawab tuntutan para aktivis dengan mengumumkan kesepakatan baru tentang dana perubahan iklim senilai USD 230 juta sebagai dana adaptasi. Dana ini akan dikelola langsung oleh Global Stocketake. Dana tersebut akan disalurkan langsung kepada masyarakat yang sangat rentan terdampak akibat perubahan iklim khususnya di negara-negara berkembang.
Indonesia tentu tak luput dari konfrensi ini. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan meluncurkan program FOLU Net Sink 2023. FOLU Net Sink 2023 merupakan program perhutanan sosial dari pemerintah Indonesia. Program ini bertujuan untuk penurunan gas rumah kaca melalui peran utama dari ekosistem, air tawar, dan tanah yang sehat, guna memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Keputusan Indonesia ini mengarah kepada dokumen penurunan emisi atau Nationally Determined Contribution (NDC), FOLU (Forest and Other Land Uses) atau pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan satu dari lima program utama mitigasi krisis iklim.
Inovasi dan pengembangan teknologi hijau juga tak luput dari pembahasan di COP27. Kesepakan di Sharm El Sheikh menyatakan dukungan setiap negara untuk pengembangan green hydrogen sebagai salah satu sumber energi bersih. Forum Hidrogen Hijau Terbarukan bahkan diluncurkan untuk pertama kalinya di COP27. Kehadiran berbagai inovasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk menghadirkan ekonomi rendah karbon di masa depan.
Forum tingkat tinggi ini sudah berakhir dan memasuki 2023 semakin masif aktivitas penanganan iklim diberbagai negara termasuk Indonesia. Capaian COP27 diharapkan dapat menyentuh setiap kalangan masyarakat yang terdampak oleh perubahan iklim. Janji dan kolaborasi global adalah hal yang sangat esensial untuk menekan kenaikan suhu, maka setiap kalangan harus terlibat bersama.