Desa Tumbang Lapan, Kecamatan Miri Manasa, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, menjadi desa pertama untuk aktivitas GAWIREA secara resmi sebagai kabupaten. Hadirnya GAWIREA bermula dari keresahan tentang kemampuan masyarakat di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan wilayah Transmigrasi dalam memenuhi kebutuhan elektirifikasi yang terbatas karena sulitnya akses dan infrastruktur.
GAWIREA percaya bahwa elektrifikasi merupakan hak setiap warga negara termasuk yang bermukim di daerah 4T. Namun tak dapat dipungkiri kondisi geografi Indonesia yang membuat pembangunan instalasi listrik di daerah cukup terhambat. Hal inilah yang membutuhkan peran bersama dalam memanfaatkan penggunaan teknologi energi terbarukan yang potensinya banyak terdapat di Indonesia.
Desa Tumbang Lapan telah menggunakan dua jenis energi terbarukan untuk sumber elektrifikasi mereka yaitu energi pembangkit listrik mikrohidro dan pembangkit listrik solar home system. Meski demikian, listrik belum dapat dinikmati di desa ini selama 24 jam. Masyarakat masih memiliki kemampuan yang terbatas dalam hal pengelolaan dan pemeliharaan pembangkit listrik ramah lingkungan tersebut.
Dari fakta yang ditemukan di lapangan inilah yang menguatkan kehadiran GAWIREA sebagai sekolah non-formal di bidang energi terbarukan. Selain itu, program ini menyasar peserta didik dari kalangan anak dan perempuan. Sebagaimana yang diketahui dari pemetaan sosial di desa, perempuan sebagian besar berada di kampung ketika para laki-laki bekerja di kota atau di luar desa. Maka, perempuan harus memiliki pemahaman yang baik. Ditambah lagi, kehadiran perempuan dan energi memiliki ikatan yang kuat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari aktivitas memasak hingga kepada skala yang lebih besar di sektor usaha mandiri.
Kelas GAWIREA di Desa Tumbang Lapan diikuti oleh 22 anak dengan kategori Kelas Pemimpin GAWIREA. Kemudian komunitas ibu-ibu menganyam rotan turut tergabung di kelas Berdaya GAWIREA. Dua orang siswa GAWIREA yang mengikuti Kelas Bersinergi. Kelas berlangsung setiap sore hari sekaligus mengisi waktu luang masyarakat. Sistem kelas dikemas dengan menyenangkan yaitu belajar di alam terbuka dan saling berdiskusi atau dalam budaya Dayak Otdanum dikenal dengan nama Maja’.
Besar harapan kami kelas ini tetap berlanjut dan dapat membuka kelas lainnya di berbagai daerah di Indonesia sebagai bentuk komitmen GAWIREA dalam mendukung masa transisi energi untuk Indonesia Maju mandiri energi di 2050. Karena energi terbarukan tak dapat berjalan tanpa masyarakat yang berdaya di bidang energi.